Psikologi Pendidikan: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan
karakteristik khusus yang memiliki perbedaan dengan anak pada umumnya tanpa
selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik dalam proses
pertumbuhan atau perkembangannya sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus. Para pendidik lebih sering menggunakan istilah “children with disabilities” daripada “disable children” (anak cacat). Tujuannya adalah
memberi penekanan pada anaknya bukan pada cacat atau ketidakmampuannya.
Ketidakmampuan dan gangguan (disorder) dikelompokkan sebagai berikut:
1. Gangguan Indra
a. Gangguan Penglihatan/ Tunanetra, meliputi:
- Low Vision : hanya dapat membaca buku dengan huruf besar-besar dengan bantuan kaca pembesar.
- Educationally Blind : tidak bisa menggunakan penglihatan untuk belajar dan harus menggunakan pendengaran dan sentuhan.
Bentuk
satuan pendidikan bagi anak tunanetra ialah SLB A. Karena tunanetra memiliki
keterbatasan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada
alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu,
prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu
tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara,
seperti penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata.
b. Gangguan Pendengaran/ Tunarungu
Penderita
tunarungu biasanya lemah dalam kemampuan berbicara dan bahasa. Pendekatan
pendidikan untuk membantu anak tunarungu terdiri dari dua kategori, yaitu;
- Pendekatan Oral : menggunakan metode membaca gerak bibir, speech reading (menggunakan alat visual untuk mengajar membaca) dan sejenisnya.
- Pendekatan Manual : menggunakan bahasa isyarat dan mengeja jari (finger Spelling).
Bentuk
satuan pendidikan bagi anak tunarungu ialah SLB B. Anak dengan gangguan ini
akan dapat keuntungan akademik, namun dengan rasa penghargaan diri yang rendah
jika mereka ditempatkan di kelas regular. Kekuatan keterampilan lisan dan
pendengaran anak adalah aspek penting untuk kesuksesan di kelas reguler.
2. Gangguan Fisik
a. Gangguan Ortopedik/ Tunadaksa
Biasanya
berupa keterbatasan gerak atau kurang mampu mengontrol gerak karena adanya
masalah di otot, tulang, atau sendi. Gangguan ortopedik bisa disebabkan oleh
problem prenatal atau perinatal, atau karena penyakit bahkan kecelakaan saat
anak-anak. Cerebral palsy merupakan gangguan yang berupa lemahnya koordinasi
otot, tubuh sangat lemah dan goyah (shaking) atau bicaranya tidak jelas.
Penyebab umum dari cerebral palsy adalah kekurangan oksigen saat kelahiran.
Dalam jenis cerebral palsy yang paling umum, yang disebut spastic, yaitu
otot anak menjadi kaku dan sulit digerakkan. Bentuk satuan pendidikan bagi anak
tunadaksa adalah SLB D.
b. Gangguan kejang-kejang/ epilepsi
Epilepsi
yakni gangguan saraf yang biasanya ditandai dengan serangan terhadap
sensorimotor atau kejang-kejang. Epilepsi muncul dalam beberapa bentuk berbeda,
yaitu:
- Absent Seizures : anak mengalami kejang-kejang dalam durasi singkat (kurang dari 30 detik) tetapi bisa terjadi beberapa kali sampai seratus kali dalam sehari.
- Tonic-clonic : anak akan kehilangan kesadrannya dan menjadi kaku, gemetar, dan bertingkah aneh. Bila parah, tonic-clonic bisa berlangsung selama tiga sampai empat menit.
3. Retardasi Mental/ Tunagrahita
Retardasi
mental adalah kondisi sebelum usia 18 tahun yang ditandai dengan rendahnya
kecerdasan (nilai IQ dibawah 70) dan sulit beradaptasi dengan kehidupan
sehari-hari. Retardasi mental dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe :
- Retardasi mental ringan ( IQ 55-70)
- Retardasi mental moderat ( IQ 40-54 )
- Retardasi mental berat ( IQ 25-39 )
- Retardasi mental parah ( IQ < 25 )
Bentuk
yang paling umum dari retardasi mental adalah Down Syndrome yang diakibatkan
adanya kromosom ekstra (kromosom ke 47), kemudian Fragile X syndrome yang
diakibatkan adanya kromosom X yang tidak normal. Selain faktor genetik,
retardasi mental juga bisa disebabkan oleh faktor lingkungan seperti benturan
dikepala, malnutrisi, keracunan, luka saat kelahiran, atau ibu hamil yang
kecanduan alkohol.
Bentuk
satuan pendidikan bagi anak tunagrahita ialah SLB C. Anak dengan retardasi
mental yang dapat dididik atau ber-IQ mulai dari 50-70 dan punya problem
perilaku adaptif akan terpengaruh dengan guru yang suportif, pengajaran yang
kompeten, dan teman kelas yang suportif.
4. Gangguan Bicara dan Bahasa
a. Gangguan
Artikulasi
Gangguan
artikulasi ialah problem dalam melafalkan suara secara benar. Gangguan ini bisa
diperbaiki dengan terapi bicara meski membutuhkan waktu yang lama.
b. Gangguan Suara
Gangguan
suara merupakan gangguan dalam menghasilkan ucapan , yakni ucapan yang keras,
kencang, terlalu keras, terlalu tinggi, atau terlalu rendah nadanya sehingga
sulit dipahami. Sebaiknya anak yang saat bicara sulit dipahami dibawa ke
spesialis terapi bicara.
c. Gangguan Kefasihan
Gangguan
kefasihan atau kelancaran bicara biasa disebut gagap. Hal ini terjadi ketika
ucapan anak terbata-bata, jeda panjang, atau berulang-ulang.
d. Gangguan Bahasa
Gangguan
bahasa ialah kerusakan signifikan dalam bahasa reseptif atau bahasa ekpresif
anak. Bahasa reseptif maksudnya adalah penerimaan dan pemahaman atas bahasa.
Penderita gangguan bahasa ini akan kesulitan dalam menerima informasi.
Sedangkan bahasa ekspresif ialah kemampuan menggunakan bahasa untuk
mengekspresikan pemikiran dan berkomunikasi dengan orang lain. Pada penderita
ini anak kesulitan untuk memberi tanggapan atau mengekspresikan pendapatnya.
5. Ketidakmampuan Belajar
Anak
dengan gangguan ini biasanya punya kecerdasan normal atau lebih; mereka
setidaknya kesulitan dalam satu bidang akademik atau lebih; dan kesulitan itu
tidak berkaitan dengan gangguan gangguan lain seperti retardasi mental. Dyslexia
adalah gangguan parah dalam kemampuan membaca dan mengeja. Anak dengan
ketidakmampuan belajar kerap mengalami kesulitan menulis dengan tangan, mengeja
atau menyusun kalimat, dan kesulitan dalam bidang matematika.
6. Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD)
ADHD
adalah ketidakmampuan di mana anak menunjukkan problem yang terus menerus dalam
satu atau lebih dalam hal kurang perhatian, hiperaktif, dan impulsif.
7. Gangguan Perilaku dan Emosional/ Tunalaras
Tunalaras
adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol
sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukan perilaku menyimpang yang tidak
sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari
lingkungan sekitar. Bentuk satuan pendidikan bagi anak tunalaras adalah SLB E.
Di dalam
pelaksanaan penyelenggaraannya kita mengenal macam-macam bentuk penyelenggaraan
pendidikan anak tunalaras/sosial sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah
reguler. Jika diantara murid di sekolah tersebut ada anak yang menunjukan
gejala kenakalan ringan segera para pembimbing memperbaiki mereka. Mereka masih
tinggal bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan
layanan khusus.
2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu belajar
terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian gejala-gejala kelainan baik
emosinya maupun kelainan tingkah lakunya dipelajari. Diagnosa itu diperlukan
sebagai dasar penyembuhan. Kelas khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih
merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh
seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan
atau oleh seorang guru yang cakap membimbing anak.
3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi
Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya dengan kawan yang lain karena
kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya.
4. Sekolah dengan asrama. Bagi mereka yang kenakalannya
berat, sehingga harus terpisah dengan kawan maupun dengan orangtuanya, maka
mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga dimaksudkan agar anak secara kontinyu
dapat terus dibimbing dan dibina. Adanya asrama adalah untuk keperluan
penyuluhan.
Komentar
Posting Komentar